Jumat, 26 November 2010

jalan alternatif desa ranotongkor dan desa senduk kecamatan tombariri

AKSES jalan yang telah dirintis oleh warga masyarakat, yang menghubungkan antara Desa Senduk dan Desa Ranotongkor Kecamatan Tombariri, meminta perhatian Pemerintah Kabupaten Minahasa, pasalnya jalan tersebut bisa menjadi jalan alternatif.
Menurut Hukum Tua Desa Senduk Joseph Supit dan Hukum Tua Desa Ranotongkor Albert Mentang, jalan yang memiliki panjang kurang lebih 7 kilometer tersebut, selain merupakan jalan menuju ke sentra-sentra produksi pertanian dan perkebunan, dapat juga dimanfaatkan menjadi jalan alternatif jika terjadi bencana tanah longssor diruas jalan trans Sulawesi.
“Seperti diketahui ruas jalan trans Sulawesi ini, mulai dari Desa Ranowangko sampai Desa Senduk rawan longsor, untuk itu jika jalan yang menghubungkan Desa Senduk dan Ranotongkor diperhatikan dan diaspal akan menjadi jalan altenatif,” ujar Supit, yang diiyakan Mentang, Rabu (6/10) kemarin.
Lebih lanjut, menurut kedua Pemerintah Desa ini, jalan alternatif tersebut jika diaspal akan sangat membantu warga masyarakat terutama bagi para petani. “Desa kami ini termasuk penghasil kopra untuk itu jika akses jalan ini dibangun akan bermanfaat bagi para petani yang lebih muda dan cepat mendistribusikan langsung hasil dari lahan pertanian dan perkebunan,” tandas keduanya.(esel)
 

perkebunan gmim di desa ranotongkor


sumberdaya alam adalah anugerah Tuhan bagi kesejahteraan hidup manusia, yang dapat dikembangkan potensinya secara bertanggung jawab, karena itu perlu dijaga kelestarian dan keseimbangannya, sebab alam ciptaan Tuhan ini adalah milik masa depan juga.
Adalah Desa Ranotongkor Kecamatan Tombariri terletak dibahagian Barat Kab. Minahasa, letaknya sangat strategis karena dekat dengan ibukota Kabupaten serta ibukota Provinsi.  Topografinya juga berada di daerah pegunungan sehingga merupakan daerah yang potensial disektor  pertanian.
Gereja Masehi Injili di Minahasa, memiliki perkebunan di desa Ronotongkor seluas 19 Ha.  Perkebunan ini telah ditanami kelapa dan buah-buahan yang jumlahnya masih sangat jauh dari jumlah potensi yang masih dapat dijangkau. 
Selama ini, areal perkebunan dimanfaatkan oleh masyarakat yakni kelompok majelis jemaat Ranotongkor.  Tetapi karena keterbatasan dana, kemampuan ekonomi masyarakat terbatas sehingga tidak memungkinkan masyarakat untuk mengelola dan mengembangkan lebih lanjut potensi perkebunan.
            Selama ini perkebunan milik GMIM yang berada di Desa Ranotongkor hanya digunakan oleh masyarakat desa warga gereja tanpa ada penanganan yang baik, sehingga usaha pertanian sebelumnya tidak ditangani dengan baik.  Sampai saat ini diatas areal 19 Ha yang telah dimanfaatkan dan memberikan hasil antara lain : Pohon Kelapa, Buah-buahan dan areal persawahan. 
Mengantisipasi berbagai upaya yang terencana dalam pemanfaatan potensi yang ada maka telah dibentuk sepuluh kelompok tani, yang sebagian besar adalah kelompok Jemaat.
Melalui LM3,  pengolahan Agribisnis dibidang perkebunan dan buah-buahan langsung ditangani oleh bidang-bidang yang sudah ditunjuk oleh pihak Manajemen Gereja yang dipimpin oleh Pendeta J.R. Umboh, STh.
            Seiring dengan adanya LM3 beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain sebagai Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Terpadu, yang meliputi pengolahan Instant Jahe, Kunir, Temu Lawak, VCO, sabuk kelapa, arang tempurung, dan lain-lain.  Hal ini sangat penting karena merupakan komoditi unggulan Minahasa.  Khusus untuk minuman kesehatan tradisional jahe instant diproduksi sebanyak 5000 bungkus @ 200 gram/bulan.
            Pusat Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Peningkatan Ekonomi kerakyatan juga salah satu kegiatan dari pengembangan kelembagaan LM3 dan bagian dari gereja melaksanakan amanat dan panggilan Tuhan.  Kegiatan ini merupakan sarana pengembangan sumberdaya manusia khususnya para petani yang memiliki semangat dan motivasi yang kuat mengembangkan dirinya menjadi petani yang tangguh, ulet serta mandiri.  Pusat Pelatihan ini berada ditengah-tengah perkebunan sehingga memiliki ciri khas tersendiri karena para peserta pelatihan akan belajar langsung di areal perkebunan.
            Perencanaan kedepan, dalam areal perkebunan Ranotongkor yang memiliki areal 19 Ha ini, akan ditata sedemikian rupa baik dari segi pemanfaatan areal serta komoditi yang direncanakan agar memenuhi syarat teknis pertanian dan faktor estetika menuju terwujudnya perkebunan yang berpotensi wisata alam.
 

Rabu, 17 November 2010

sejarah desa RANOTONGKOR

 RANO = AIR
TONGKOR=LUCUR
             sebelum adanya wanua ranotongkor,ada sekelompok orang yang ingin mencari tempat untuk kemudian di jadi kan tempat tinggal,mereka menjelajah di perkebunan perkebunan(sekarang di atas perkampunngan desa ranotongkor,,,namun naas sialnya setelah lokasi itu di jadikan kampung tempat tinggal mereka di sibukan dgn banyaknya katak di setiap harinya,,,kadang kala sudah masuk di blanga(panci),di piring,meja,tempat tidur,,,lalu mereka memutuskan untuk pindah lokasi(yang sekarang adalah perkampungan desa ranonongkor dan desa ranotongkor timur...

desa ranotongkor dulunya adalah pabrik kopi

ORANG-ORANG Belanda dulu sangat senang minum kopi hasil tanaman Ranotongkor --sebuah desa di kaki gunung Lokon, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa di Propinsi Sulawesi Utara. Tetapi sesudah itu desa ini hampir terlupakan di tengah morat-maritnya keadaan penghidupan rakyat. Ternak babi berkeliaran dan membuang kotoran seenaknya. Loronglorong begitu jorok dan meluapkan bau tak sedap. Rumah penduduk tak lebih dari wajah penghuninya: lesu. Lebih dari itu, desa ini hampir seluruhnya tertutup dari dunia luar, meskipun jaraknya hanya 15 km dari kota kecamatan. Bahkan petugas-petugas kecamatan pun cukup enggan menilik warga di sini. Karena mereka tokh harus memutar lewat Manado dan Tomohon dengan jarak 65 km kalau hendak datang kemari. Soalnya, tentu karena tak ada kendaraan umum yang sudi membuka trayek Tanahwangko-Tomohon yang melewati desa Ranotongkor, karena dana inpres 1972 hanya mampu menjamah sebagian kecil jalan jurusan ini. Namun demikian, tidak berarti Ranotongkor makin terlelap dalam kelesuan. Ada jua tangan-tangan pembangunan menjamahnya, meskipun masih bersifat mengusap-usap. Tetapi beruntung juga, bahwa di mana-mana akhir-akhir ini sudah dibiasakan memperlombakan kemolekan desa dengan segala sudutnya. Merasa bahwa Ranotongkor harus bersaing di antara 28 desa sekabupatennya untuk mewakili Kecamatan Tombariri tak diragukan lagi pembenahan harus dikebut dari segala jurusan. Lorong-lorong desa dirapikan, dibuat kolam LSD, kolam PMD, taman bacaan sambil membina kebersihan dan kemolekan di mana-mana. Sekolah, balai desa, gereja, kantor hukum tua dan semua peralatan warga desa dibenahi. Pendudukpun diajari berbagai ketrampilan. Bahkan setiap rumah tangga dengan cekatan telah memiliki apotik halaman, yaitu tanaman obat-obatan tradisionil. Ini penting, sebab dengan tumbuh-tumbuhan itu para ibu rumah tangga akan mampu mempraktekkan ajaran PPK yang telah mereka kursusi. Pokoknya sebagai wajah seorang kakek yang selama ini sudah keriput dan penuh coreng-moreng, kini Ranotongkor tiba-tiba menjadi sebuah desa bersih dan penuh gairah. "Semua.ini berkat pentrapan semua teori PMD" kata Willem Roring, seorang petugas PMD Kecamatan Tombariri. Lebih dari itu hasil utama desa ini dan kawasannya, yaitu kelapa dan cengkeh, rupanya akhir-akhir ini sedikit-sedikit mulai memberikan kesejahteraan bagi sekitar 2.000 penduduk desa ini. Bahkan beberapa orang di antara warga Ranotongkor telah memiliki mobil pribadi. Tetapi soal lomba desa tadi, awal Mei tadi agaknya kesabaran penduduk desa ini harus diuji pula. Dari pagi semua warga desa telah berkumpul untuk mengelu-elukan team penilai di batas kota. Sialnya, hingga siang hari team dari Minahasa itu tak muncul-muncul juga sehingga semua tumpukan kesenian, olahraga, kecekatan pramuka yang hendak dipamerkan merasa kesal.